love isn't easy
Pagi ini
hari begitu cerah, ditandai dengan pancaran sinar sang surya yang begitu
menyilaukan mata dan didukung dengan kicauan burung yang begitu merdu saling
berkejaran dengan sayap-sayap mungil yang menggemaskan. Sungguh sangat
disayangkan saat hari disinari matahari aku hanya terdiam di dalam rumah tanpa
menunjukkan batang hidungku ke dunia luar, batinku. Akhirnya aku pun mengajak
Ka Pina kakakku, untuk mengunjungi salah satu mall di Jakarta yang memang biasa
kami kunjungi setiap akhir minggu, untuk sekedar jalan, nonton, makan, mencari
buku, atau membeli roti di toko roti yang menjadi kewajiban untuk aku dan Ka
Pina kunjungi. Diam-diam ku masuk ke dalam kamar Ka Pina yang tidak terkunci,
dan mencoba membangunkannya, “kaa, bangun kaa, please bangun dong.” Kata ku
sambil menggoyang-goyangkan badannya. “hem ada apa sih de?” Tanya Ka Pina pada
ku dengan tetap berselimut, padahal sang surya sudah jauh meninggi. “jalan yuk,
cuaca mendukung nih.” Ajak aku pada Ka pina. “kemana?” Tanya nya lagi. “yaa
biasa kita ke mall langganan, gua mau jalan aja, iseng di rumah.” Kataku
memberitahu Ka Pina. “yeeuh iseng apa lo mau ngeliat si koki ganteng?” ledek ka
Pina sambil mengucek-ngucek mata yang masih setengah terbuka. “heh? Apaan si?
Hemmpt tapi emang sih, hhhaaaa.” Kata ku tersipu malu. “alaaah dasar ABG, engga
bisa ngeliat yang ganteng dikit.” Ledek ka Pina puas. “yaaah kan emang biasana
seminggu sekali kan kita kesana, kalo minggu ini ngga kesana, berarti dua
minggu dong gua ngga ketemu. Kan minngu depan gua mau ke Yogya.” Kataku dengan
cemberut. “aah lebay banget si ade gua yang satu ini.” Caci kakak perempuanku.
“aaahh yauda bodo, ayooo jalan.” Kataku memaksa, sambil menarik selimut yang
masih setia membalut seluruh badan Ka Pina. “iya iya sabar ah, iya gua mandi
sekarang nih, biasa ya berangkat jam 11.” Katanya sedikit kesal yang mendengar
aku merengek dan terus memohon. “aseeeeek, okeee booos.” Kataku sambil
jingkrak-jingkrak kegirangan daan, *gubraaaak* “aduuuuhh mamaaaaa.” Teriak aku,
karena kakiku yang tidak sengaja tersandung kaki meja kecil depan kamar Ka
Pina. “syukuriiiin, siapa suruh ngga bisa diem.” Ledek Ka Pina makin puas.
#
“maa, paa, aku pamit ya mau pergi sama
Jane nih.” Pamit Ka Pina pada mama dan papa yang sedang asik mengobrol di teras
depan rumah. “loh? Kamu mau kemana sama Jane?” Tanya papa heran melihat kami
yang sudah rapi dan siap untuk pergi. “biasa ke mall pah, tuh si ade mauu…
auuuuuwww.” Kata ka Pina dan teriak ia ketika aku mencubit tangan mulusnya itu,
sebagai tanda untuk tidak memberitahukan kepada mama dan papa tentang lasan
terselubung itu. Yaa karena mama papa, masih melarang aku untuk punya pacar ato
sekedar deket sama temen laki-laki padahal umur ku sudah mencapai 19 tahun.
“itu mah aku mau cari kemeja buat kuliah, ya mama tau sendiri kan kemeja aku
uda jelek warnanya.” Kata ku berbohong dengan tangan tetap mencubit Ka Pina.
“oh iya maa bener, Pina juga mau nyari sepatu buat kerja, kemarin sepatunya uda
jebol.” Kata Ka Pina yang akhirnya mengerti dengan syarat ku itu. “yauda deh
maa, paa aku berangkat dulu yaa. Daaah.” Kata ku pamit sambil mencium pipi
kedua orang tua ku itu sambil membuka pintu mobil sebelah kiri. “yeeeh enak
aja, lo aja tuh yang bawa. Gua lagi males bawa mobil, pegel badan gua.” Kata Ka
Pina sambil melemparkan kunci mobil tepat di depan mukaku. “yeeeh dasaaaar!”
kataku kesal, sambil berpindah tempat dengan Ka Pina. “hati-hati bawa mobilnya ya
dee.” Kata Papa dan Mama. “okeee.” Kataku sambil melajukan mobil sedan hitam
milik Ka Pina dengan perlahan dan menjauh meninggalkan rumah yang hanya dihuni
oleh mama, papa dan bibi. Sedangkan Ka Vino sedang dinas kerja ke Singapore
selama dua bulan.
#
Setibanya disana, aku dan Ka Pina
langsung melirik sepatu-sepatu ternama dengan diskon yang tidak
tanggung-tanggung. Akhirnya aku pun membeli satu pasang high heels, dan satu
pasang sepatu untuk aku kuliah. Sedangkan Ka Pina, membeli empat pasang sepatu
sekaligus, ya maklum yaa uda punya uang sendiri, nah kalo aku? Masih dikirimin
sama papa tiap bulan, itu juga untuk biaya dan ongkos kuliah. “abis sini, mau
kemana kita?” Tanya Ka Pina ceria. “duileeeeh udah dapet empat pasang sepatu
aja itu muka berubah gitu, tadikan lo ngambek sama gua, gara-gara gua cubit.”
Kata ku meledek Ka Pina. “yeee kan tadi bukan sekarang, hha. Lagian juga gua
seneng lo ajak jalan pas lagi ada diskonan gini.” Katanya tersenyum lepas.
“dasar orang kerjaan yee, uda punya uang sendiri juga, masih cari yang
diskonan.” Kataku meledek atau mungkin lebih tepatnya menghina. “yeee ini tuh
namanya hemat kali,.” Kata Ka Pina membela diri. “whatever.” Kataku cuek. “yauda
mau kemana lagi kita?” Tanya Ka Pina, “hempt ke toko buku yuk, mau nyari novel
nih gua.” Kataku mengajak Ka Pina. “oh ayoo deeh.” Setuju Ka Pina padaku, “tapi
seperti biasa ya.” Kata ku senyum-senyum malu. “lewat depan dapur roti itu kan?
Iya ayooo.” Kata Ka Pina menebak sambil menarik tanganku denga kencang.
#
Ketika melewati dapur toko roti yang
memang bisa terlihat dari luar toko itu, aku dengan sigap mencari si kok
ganteng pujaan hati. “nah itu dia.” Kata ku tersenyum lebar karena menemukkan
pangeran roti itu. “mana?” Tanya Ka Pina. “ituuu kaa, yang lagi ngehias roti
coklat. Itu loh.” Kataku dengan semangat menunjukkan kepada Ka Pina, tanpa
sadar aku menunjuk-nunjuk daaan.. “orang nya nengok tuh de.” Kata kakakku dan
aku baru sadar bahwa daritadi aku menunjuk-nunjuk dirinya. Ia tersenyum padaku,
dan aku balas senyumannya dengan senyuman senang, tapi malu juga karena
ketahuan sedang memperhatikan dia menghias. “aahhh udah lah yuk ke toko buku.”
Paksa aku pada Ka Pina sambil menarik Ka Pina dengan pipi menjadi merah semu. “ahh
de, lo malu kan gara-gara ketahuan sama orangnya.” Ledek Ka Pina tepat
dugaannya. “iih apa sih? Orang engga yaa.” Kataku malu-malu. “udah lo ngga bisa
bohong sama gua, tuh buktinya pipi lo merah banget.” ledek Ka Pina makin
menjadi-jadi. “aahhh rese lo, ayo cepetan ke toko buku.” Tarik aku pada lengan
Ka Pina, agar cepat tiba di toko buku.
Setibanya di toko buku, aku dan Ka Pina
menitipkan belanjaan kami kepada karyawan penitipan barang, dan kami langsung
mencari dan berburu novel, komik atau buku referensi untuk aku kuliah, namun
ujung-ujungnya aku dan Ka Pina asik tenggelam dengan novel remaja yang begitu
menarik.
#
Tanpa terasa 3 jam aku sudah berada di
toko buku dan tenggelam dengan cerita novel yang sangat menyayat hati,
sedangkan Ka Pina asik dengan buku-buku tentang berumah tangga, yaa memang 9
bulan lagi Ka PIna akan menikah dengan Mas Yoga yang sudah dipacarinya selama 5
tahun dari bangku kuliah. Mas Yoga itu senior diatas 2 tahun dari Ka Pina, mereka dipertemukan dalam satu
event talkshow, nah Mas Yoga ini menjadi narrator dalam acara itu, dan Ka Pina
sebagai audience yang banyak bertanya, ternyata dengan dia sering bertanya,
diam-diam Mas Yoga memperhatikannya. Dua bulan kemudian mereka pun jadian sampe
sekarang. “Ka udahan yuk, capek nih gua baca mulu.” Kataku saat menghampiri Ka
Pina. “oh iya iya ayooo, gua juga udahan kok bacanya.” Katanya setuju dengan
ku. “gimana bukunya bagus buat lo?” Tanya aku pada Ka Pina, “hempt lumayan
lah.” Katanya sambil tersenyum. “by the way, kapan Mas Yoga mau balik ke
Jakarta?” Tanya ku lagi. “insyaallah sih, 2 minggu lagi, kenapa? Lo kangen sama
dia?” jawab Ka Pina dan bertanya padaku. “iya gua kangen, kangen duitnya.
Hahahahaha.” Kataku tertawa puas. “yeee dasar mata duitan.” Ledek ka Pina.
“bodoo.” Kata ku sambil memeletkan lidah. Akhirnya aku dan Ka Pina mengambil
belanjaan ku di tempat penitipan barang. “trus kita mau kemana? Makan?” Tanya
Ka Pina meminta ide. “hempt makan yuk, tapi seperti biasa lewatin dapurnya.”
Kata ku sambil nyengir-nyengir ala kuda. “hempt iyaaaa, dasaaar! Ade gua ganjen
banget.” Kata Ka Pina heran. “biarin, kan normal.” Kataku mengacuhkan ucapan Ka
Pina barusan.
#
Lalu aku berjalan menuju restaurant yang
biasa ku kunjungi bersama Ka Pina dan teman-temanku. Tidak lupa, sudah menjadi
kewajiban untuk melewati dapur roti itu, tapi sayang si koki ganteng lagi engga
ada di tempat. Aku pun kecewa dan berjalan dengan lemah lunglai. “jiaaah lemes
gara-gara engga ada orangnya ya de?” ledeeek Ka PIna, “sssttt udah ah diem.”
Kataku sewot lalu berjalan cepat menuju restaurant yang hari ini banyak di
kunjungi para orang tua yang sedang berjalan menghabiskan waktu weekend bersama
anak-anak mereka.
“lo mau pesen apa?” Tanya Ka Pina
kepadaku ketika waiters itu menghampiri kami dan memberikan daftar menu
makanan. “seperti biasa aja, sama nambah Spagheti Boloughnaise nya ya.” Kataku
masih lemas karena tidak melihat si koki ganteng itu. “innalillahi, banyak aja
lo de makan nya.” Kata Ka Pina heran. “bodo bin biarin, gua lagi bĂȘte.” Kataku
makin sewot. “yah baru engga ketemu sekali aja langsung sewot gitu.” Kata Ka
Pina yang mulai kesal melihat tingkah ku yang seperti anak-anak yang tidak
dibelikan mainan oleh orang tuaya. “jadi mau pesan yang mana ka?” Tanya waiters
itu pada Ka Pina yang masih setia dengan menu makanan yang ada. “yaudah mba,
aku pesen chicken cordon bluenya yang sama frienc fries dua, trus salad
sayurnya satu, spaghetti boloughnaise nya satu, minumnya cappuino frozzen, sama
ice lemon tea ya mba.” Jawab Ka Pina memesan makan siang kami hari ini. “okee
ditunggu yang kaa.” Respon si waiters sambil tersenyum dan berlalu dari hadapan
kami.
Sejenak kami terdiam, sebelum akhirnya
Ka Pina memulai pembicaraan diantara kami. “dee, emang kenapa si lo bisa sampe
suka sama itu orang, dan keliatannya berlebihan banget.” Tanya Ka Pina heran
denga tingkahku itu. “engga tau kak, kenapa gua bisa suka sama dia, tapi dari
awal lo ngajak gua kesini waktu kelas 2 SMA akhir, gua uda perhatiin dia,
kayanya keren aja gitu di dapur roti cuma ada koki cowok dan dia beda dari yang
lain, kaya punya karisma tersendiri gitu.” Kata ku panjang lebar dan sok bijak.
“huwahahaha dari kelas 2 SMA? Kereeeen. Hha. Aahhh gaya lo de, entar juga kalo
ada yang gantengan dikit lo berpaling kaya waktu lo sama Hans, trus ketemu
Robert berpaling deh ke Robert.” Katanya meledek dan meremehkan. “yeeee, yaa
enggalah, gua kan setia bekicot. Lagian kan yang sama Hans itu juga guanya uda
engga nyaman sama dia, terus Robert ngedeketin yaudaa jadi deh. Tapi sekarang
aja gua uda single lagi kan? hha” Kataku menjelaskan dan sedikit kesal dengan
dugaan Ka Pina. Namun disela kekesalanku pesanan itu datang, “permisi kaa, ini
pesanannya,” sapa mba waiters sambil meletkkan semua makanan itu di atas meja
kami. “terima kasih ya mba.” Kata Ka Pina berterima kasih. “yauda makan dulu
gih, nanti baru cerita lagi. Trus abis dari sini, kita beli roti itu.” Kata Ka
Pina dan membuatku bersemangat. “hah? Sumpah ka?” kata ku engga percaya. “iya
Jane yang genit.” Kata Ka Pina sambil menarik hidungku yang sebenarny kurang
mancung ini. “lagian kan emang biasa kita beliin mama papa roti kan?” lanjut Ka
Pina, “hha iya ya? Lupa gua kaa, yauda ahh gua makan dulu yaaa.” Kataku sambil
menyantap lahap semua pesanan Ka Pina.
#
Selesainya kami makan dan membayarnya,
tentu Ka Pina yang membayar semua itu. Dengan semangat perjuangan aku dan Ka
Pina berlalu dari restaurant itu dan berjalan menuju toko roti idaman, eh
maksudnya dapur roti si cowo idaman. “tapi ka, lo jangan bilang-bilang sama
mama papa yaa soal si koki ganteng, ntar gua diomelin.” Kataku saat kami sedang
menuju lantai satu mall itu menggunakn escalator. “iyaaa siaaap.” Kata Ka Pina.
Dagdigdug itu yang kurasa saat ini, takut ketahuan perhatiin dia lagi soalnya.
Ketika aku tiba di Toko kue itu, aku
menunggu Ka Pina tepat di tempat duduk depan dapur toko roti itu. Sedangkan Ka
Pina sedang asik memilih-milih roti yang akan diberikan untuk mama dan papa.
Mataku terus mencari-cari sosok koki ganteng itu dikerumunan koki lainnya, tapi
tak kunjung terlihat. Ku coba mencari lagi, tapi hasilnya sama, dia ngga ada
sekarang. Kecewa, bĂȘte, sedih, kesel menyelimuti mood ku saat itu juga. Tiga
kali aku melewati dapur ini, tapi hanya sekali aku bisa melihatnya. “kemana
dia?” Tanya ku sendiri. Ketika aku sedang asik menikmati perasaan-perasaan itu,
terdengar seorang laki-laki menyapaku, “hai” sapanyya. Daaan diaaa? Si koki
ganteng itu. “oh my god” batinku, jantung ini terasa bekerja lebih cepat, dan
darah mengalir makin deras melebihi debit arus seharusnya. “haai hello.” Sapa
dia lagi mengagetkanku dengan perasaan tak menyangka ini. “oh iya hai.” Balik
sapa aku, sambil berusaha tersenyum semanis mungkin. “boleh duduk?” tanyanya,
ya tuhan suaranya ngebass sekali, tatapan matanya tajam, dan ketajamannya tepat
menancap dihatiku yang paling dalam dan sulit untuk kulepaskan. Dengan nafas
masih terengah-engah kucoba mengaturnya agar tidak keliatan gugup di depannya,
“oh iya boleh, nama lo siapa?” Tanya ku lebih dulu. “aduuuuhhh bodoh! Cewe
harus gengsi, kenapa gua duluan yang nanya sih?” kata ku dalam hati. “nama gua
Satria, nama lo siapa?” Tanya nya balik sambil tersenyum manis lebih dari
manisnya gula. “nama gua Jane Margaratte, panggil aja Jane.” Kataku dengan
nafas yang mulai bisa diatur dan terbiasa. “ouh salam kenal yaa,” katanya
mengulurkan tangan, dan aku membalasnya, “salam kenal kembali.” Kataku tetap
tersenyum. “by the way, gua ngga bisa lama-lama ngobrol, harus bikin roti, ini
ada kertas kecil tolong lo tulis nomor hape lo yaa, atau PIN BB, biar gua yang hubungin
lo sepulang kerja.” Katanya sambil celingak-celinguk seperti maling yang takut
ketahuan. Dengan sigap aku menuliskan nomor dan PIN BB ku di kertas kecil itu,
“nih nomor sama PIN BB nya.” Kataku sambil memberikan kertas kecil kepadanya.
“oh oke deh, nanti gua hubungin ya.” Katanya sambil berlalu menuju dapur itu
“oh yaa, senang bisa kenalan sama lo.” Lanjutnya. Aku hanya bisa tersenyum dan
terus tersenyum, “ngga nyangka, si koki ganteng ngajakin gua kenalan,
aahhhhhh.” Kataku sambil tersenyum girang.
Ketika aku sedang asik update tentang
kesenangan ku hari ini di jejaring social, Ka Pina menghampiriku “cie yang tadi
di samperin.” Ledek Ka Pina padaku dan lagi-lagi pipiku berubah warna. “ah
apaan sii kaaa?” kataku semakin malu tak karuan. “alaaaah seneng tuh.” Ledek Ka
Pina yang semakin menjadi-jadi. “ahh elaah, udah yuk balik cape nih gua, kaya
lu mau bawa mobil aja.” Kataku kesal tapi senang dan berusaha memalingkan
pembicaraan. “huwahahaha iya iya ayoo kita pulang.” Kata Ka Pina. “untung dia
berenti ngeledek gua.” Batinku.
Akhirnya aku dan Ka Pina pun beranjak
dari tempat duduk itu menuju keluar mall, dan menuju parkiran mobil. Sampai
pada akhirnya aku melajukan mobil hitam itu untuk pulang ke rumah dan dengan
perasaan yang senang, lagu-lagu yang bertemakan jatuh cinta aku nyalakan dan ku
ulang berkali-kali dalam mobil.
bersambung ....
Komentar
Posting Komentar